Ketentuan-Ketentuan
Wakaf
1.
Pengertian dan Hukum Wakaf
Ditinjau dari segi bahasa wakaf berarti
menahan. Sedangkan menurut istilah syarak, ialah menahan sesuatu benda yang
kekal zatnya, untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuan Islam.
Menahan suatu benda yang kekal zatnya, artinya tidak dijual dan tidak diberikan
serta tidak pula diwariskan, tetapi hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya
saja.
Ada beberapa pengertian tentang wakaf
antara lain:
Pengertian wakaf menurut mazhab syafi’i
dan hambali adalah seseorang menahan hartanya untuk
bisa dimanfaatkan di segala bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan
harta tersebut sebagai taqarrub kepada Allah ta’alaa
Pengertian wakaf menurut mazhab hanafi
adalah menahan harta-benda sehingga menjadi hukum
milik Allah ta’alaa, maka seseorang yang mewakafkan sesuatu berarti ia
melepaskan kepemilikan harta tersebut dan memberikannya kepada Allah untuk bisa
memberikan manfaatnya kepada manusia secara tetap dan kontinyu, tidak boleh
dijual, dihibahkan, ataupun diwariskan
Pengertian wakaf menurut
imam Abu Hanafi adalah menahan harta-benda atas kepemilikan orang yang berwakaf
dan bershadaqah dari hasilnya atau menyalurkan manfaat dari harta tersebut
kepada orang-orang yang dicintainya. Berdasarkan definisi dari Abu Hanifah ini,
maka harta tersebut ada dalam pengawasan orang yang berwakaf (wakif) selama ia
masih hidup, dan bisa diwariskan kepada ahli warisnya jika ia sudah meninggal
baik untuk dijual ayau dihibahkan. Definisi ini berbeda dengan definisi yang dikeluarkan
oleh Abu Yusuf dan Muhammad, sahabat Imam Abu Hanifah itu sendiri
Pengertian wakaf menurut mazhab maliki
adalah memberikan sesuatu hasil manfaat dari harta,
dimana harta pokoknya tetap/lestari atas kepemilikan pemberi manfaat tersebut
walaupun sesaat
Pengertian wakaf menurut peraturan
pemerintah no. 28 tahun 1977 adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum
yang memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan
melembagakannya untuk selama-lamanya. Bagi kepentingan peribadatan atau
keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.
Dari definisi tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa wakaf itu termasuk salah satu diantara macam pemberian, akan
tetapi hanya boleh diambil manfaatnya, dan bendanya harus tetap utuh. Oleh karena
itu, harta yang layak untuk diwakafkan adalah harta yang tidak habis dipakai
dan umumnya tidak dapat dipindahkan, mislanya tanah, bangunan dan sejenisnya.
Utamanya untuk kepentingan umum, misalnya untuk masjid, mushala, pondok
pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan sebagainya.
Hukum wakaf sama dengan amal jariyah.
Sesuai dengan jenis amalnya maka berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah)
biasa, tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang berwakaf.
Pahala yang diterima mengalir terus menerus selama barang atau benda yang
diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum wakaf adalah sunah.
Ditegaskan dalam hadits:
اِذَا مَاتَ
ابْنَ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ :
صَدَقَةٍ
جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يَنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدِ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya: “Apabila
anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam),
yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak
shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Harta yang diwakafkan tidak boleh
dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf tersebut harus
secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum sebagaimana
maksud orang yang mewakafkan. Hadits Nabi yang artinya: “Sesungguhnya Umar telah
mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah SAW;
Wahai Rasulullah apakah perintahmu kepadaku sehubungan dengan tanah tersebut?
Beliau menjawab: Jika engkau suka tahanlah tanah itu dan sedekahkan manfaatnya!
Maka dengan petunjuk beliau itu, Umar menyedekahkan tanahnya dengan perjanjian
tidak akan dijual tanahnya, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan.”
(HR Bukhari dan Muslim)
2.
Syarat dan Rukun Wakaf
a. Syarat Wakaf
Syarat-syarat harta yang diwakafkan
sebagai berikut:
1) Diwakafkan untuk selama-lamanya,
tidak terbatas waktu tertentu (disebut takbid).
2) Tunai tanpa menggantungkan pada suatu
peristiwa di masa yang akan datang. Misalnya, “Saya wakafkan bila dapat
keuntungan yang lebih besar dari usaha yang akan datang”. Hal ini disebut tanjiz
3) Jelas mauquf alaih nya (orang
yang diberi wakaf) dan bisa dimiliki barang yang diwakafkan (mauquf) itu
b. Rukun Wakaf
1) Orang yang berwakaf (wakif),
syaratnya;
a. kehendak sendiri
b. berhak berbuat baik walaupun non
Islam
2) sesuatu (harta) yang diwakafkan (mauquf),
syartanya;
a. barang yang dimilki dapat dipindahkan
dan tetap zaknya, berfaedah saat diberikan maupun dikemudian hari
b. milki sendiri walaupun hanya sebagian
yang diwakafkan atau musya (bercampur dan tidak dapat dipindahkan dengan
bagian yang lain
3) Tempat berwakaf (yang berhaka
menerima hasil wakaf itu), yakni orang yang memilki sesuatu, anak dalam
kandungan tidak syah.
4) Akad, misalnya: “Saya wakafkan ini
kepada masjid, sekolah orang yang tidak mampu dan sebagainya” tidak perlu qabul
(jawab) kecuali yang bersifat pribadi (bukan bersifat umum)
3.
Harta yang Diwakafkan
Wakaf meskipun tergolong pemberian
sunah, namun tidak bisa dikatakan sebagai sedekah biasa. Sebab harta yang
diserahkan haruslah harta yang tidak habis dipakai, tapi bermanfaat secara
terus menerus dan tidak boleh pula dimiliki secara perseorangan sebagai hak
milik penuh. Oleh karena itu, harta yang diwakafkan harus berwujud barang yang
tahan lama dan bermanfaat untuk orang banyak, misalnya:
a. sebidang tanah
b. pepohonan untuk diambil manfaat atau
hasilnya
c. bangunan masjid, madrasah, atau
jembatan
Dalam Islam, pemberian semacam ini
termasuk sedekah jariyah atau amal jariyah, yaitu sedekah yang pahalanya akan
terus menerus mengalir kepada orang yang bersedekah. Bahkan setelah meninggal
sekalipun, selama harta yang diwakafkan itu tetap bermanfaat. Hadits nabi SAW:
اِذَا مَاتَ
ابْنَ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ :
صَدَقَةٍ
جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يَنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدِ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya: “Apabila anak Adam
meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu
sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh
yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Berkembangnya agama Islam seperti yang
kita lihatsekarang ini diantaranya adalah karena hasil wakaf dari kaum
muslimin. Bangunan-bangunan masjid, mushala (surau), madrasah, pondok
pesantren, panti asuhan dan sebaginya hampir semuanya berdiri diatas tanah
wakaf. Bahkan banyak pula lembaga-lembaga pendidikan Islam, majelis taklim,
madrasah, dan pondok-pondok pesantren yang kegiatan operasionalnya dibiayai
dari hasil tanah wakaf.
Karena itulah, maka Islam sangat
menganjurkan bagi orang-orang yang kaya agar mau mewariskan sebagian harta atau
tanahnya guna kepentingan Islam. Hal ini dilakukan atas persetujuan bersama
serta atas pertimbangan kemaslahatan umat dan dana yang lebih bermanfaat bagi
perkembangan umat.
4.
Pelaksanaan Wakaf di Indonesia
a. Landasan
1. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun
1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
2. Peraturan Menteri dalam Negeri No. 6
Tahun 1977 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik
3. Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun
1978 Tentang Peraturan Pelasanaan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977
tentang Perwakafan Tanah Milik
4. Peraturan Direktur Jendral Bimbingan
Masyarakat Islam No. Kep/P/75/1978 tentang Formulir dan Pedoman
Peraturan-Peraturan tentang Perwakafan Tanah Milik
b. Tata Cara Perwakafan Tanah Milik
1. Calon wakif dari pihak yang hendak
mewakafkan tanah miliknya harus datang dihadapan Pejabat Pembantu Akta Ikrar
Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan ikrar wakaf.
2. Untuk mewakafkan tanah miliknya,
calon wakif harus mengikrarkan secara lisan, jelas dan tegas kepada nadir yang
telah disyahkan dihadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf. Pengikraran
tersebut harus dihadiri saksi-saksi dan menuangkannya dalam bentuk tertulis
atau surat
3. Calon wakif yang tidak dapat datang
di hadapan PPAIW membuat ikrar wakaf secara tertulis dengan persetujuan Kepala
Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya yang mewilayahi tanah wakaf.
Ikrar ini dibacakan kepada nadir dihadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf
serta diketahui saksi
4. Tanah yang diwakafkan baik sebagian
atau seluruhnya harus merupakan tanah milik. Tanah yang diwakafkan harus bebas
dari bahan ikatan, jaminan, sitaan atau sengketa
5. Saksi ikrar wakaf sekurang-kurangnya
dua orang yang telah dewasa, dan sehat akalnya. Segera setelah ikrar wakaf,
PPAIW membuat Ata Ikrar Wakaf Tanah
c. Surat yang Harus Dibawa dan
Diserahkan oleh Wakif kepada PPAIW sebelum Pelaksananaan Ikrar Wakaf
Calon wakif harus membawa serta dan
menyerahkan kepada PPAIW surat-surat berikut.
1. sertifikat hak milik atau sertifikat
sementara pemilikan tanah (model E)
2. Surat Keterangan Kepala Desa yang
diperkuat oleh camat setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan
tidak tersangkut suatu perkara dan dapat diwakafkan
3. Izin dari Bupati atau Walikota c.q.
Kepala Subdit Agraria Setempat
d. Hak dan Kewajiban Nadir
Nadir
adalah kelompok atau bandan hukum Indonesia yang diserahi tugas pemeliharaan
dan pengurusan benda wakaf
1. Hak Nadir
· Nadir berhak
menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang biasanya ditentukan oleh
Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya. Dengan ketentuan tidak
melebihi dari 10 % ari hasil bersih tanah wakaf
· Nadir dalam
menunaikan tugasnya dapat menggunakan fasilitas yang jenis dan jumlahnya
ditetapkan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya.
2. Kewajiban Nadir
Kewajiban
nadir adalah mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasilnya, antara
lain:
· menyimpan dengan
baik lembar kedua salinan Akta Ikrar Wakaf
· memelihara dan
memanfaatkan tanah wakaf serta berusaha meningkatkan hasilnya
· menggunakan
hasil wakaf sesuai dengan ikrar wakafnya.
5.
Mengganti Barang Wakaf
Prinsip-prinsip wakaf diatas adalah
pemilikan terhadap manfaat suatu barang. Barang asalnya tetap, tidak boleh
diberikan, dijual atau dibagikan. Barang yang diwakafkan tidak boleh diganti
atau dijual. Persoalannya akan jadi lain jika barang wakaf itu sudah tidak
dapat dimanfaatkan, kecuali dengan memperhitungkan harga atau nilai jual
setelah barang tersebut dijual. Artinya, hasil jualnya dibelikan gantinya.
Dalam keadaan demikian , mengganti barang wakaf dibolehkan. Sebab dengan cara
demikian, barang yang sudah rusak tadi tetap dapat dimanfaatkan dan tujuan
wakaf semula tetap dapat diteruskan, yaitu memanfaatkan barang yang diwakafkan
tadi.
Sayyidina Umar r.a. pernah memindahkan
masjid wakah di Kuffah ke tempat lain menjadi masjid yang baru dan lokasi bekas
masjid yang lama dijadikan pasar. Masjid yang baru tetap dapat dimanfaatkan.
Juga Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa tujuan pokok wakaf adalah kemaslahatan.
Maka mengganti barang wakaf tanpa menghilangkan tujuannya tetap dapat
dibenarkan menurut inti dan tujuan hukumnya.
6. Pengaturan Wakaf
Tujuan wakaf dapat tercapai dengan baik,
apabila faktor-faktor pendukungnya ada dan berjalan. Misalnya nadir atau
pemelihara barang wakaf. Wakaf yang diserahkan kepada badan hukum biasanya
tidak mengalami kesulitan. Karena mekanisme kerja, susunan personalia, dan
program kerja telah disiapkan secara matang oleh yayasan penanggung jawabnya.
Pengaturan wakaf ini sudah barang tentu
berbeda-beda antara masing-masing orang yang mewakafkannya meskipun tujuan
utamanya sama, yaitu demi kemaslahatan umum. Penyerahan wakaf secara tertulis
diatas materai atau denagn akta notaris adalah cara yang terbaik pengaturan
wakaf. Dengan cara demikian, kemungkinan penyimpangan dan penyelewengan dari
tujuan wakaf semula mudah dikontrol dan diselesaikan. Apalagi jika wakaf itu
diterima dan dikelola oleh yayasan-yayasan yang telah bonafide dan profesional,
kemungkinan penyelewengan akan lebih kecil.
A. Hikmah Wakaf
Hikmah
wakaf adalah sebagai berikut:
·
Melaksanakan
perintah Allah SWT untuk selalu berbuat baik. Firman Allah SWT:
(lihat
Al-Qur’an onlines di google)
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah
Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS Al
Hajj : 77)
·
Memanfaatkan
harta atau barang tempo yang tidak terbatas
Kepentingan
diri sendiri sebagai pahala sedekah jariah dan untuk kepentingan masyarakat
Islam sebagai upaya dan tanggung jawab kaum muslimin. Mengenai hal ini,
rasulullad SAW bersabda dalam salah satu haditsnya:
مَنْ لاَ
يَهْتَمَّ بِاَمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مْنِّى (الحديث)
Artinya: “Barangsiap
yang tidak memperhatikan urusan dan kepentingan kaum muslimin maka tidaklah ia
dari golonganku.” (Al Hadits)
·
Mengutamakan
kepentingan umum daripada kepentingan pribadi
Wakaf
biasanya diberikan kepada badan hukum yang bergerak dalam bidang sosial
kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan kaidah usul fiqih berikut ini.
مَصَالِحِ
الْعَامِّ مُقَدَّمُ عَلى مَصَالِحِ الْجَاصِّ
Artinya: “Kemaslahatan
umum harus didahulukan daripada kemaslahatan yang khusus.”
Adapun
manfaat wakaf bagi orang yang menerima atau masyarakat adalah:
· dapat
menghilangkan kebodohan
· dapat
menghilangkan atau mengurangi kemiskinan
· dapat
menghilangkan atau mengurangi kesenjangan sosial
· dapat memajukan
atau menyejahterakan umat
· Haji dan Umrah
Ibadah haji dan umrah mempunyai makna
yang dalam. Salah satu maknanya adalah bahwa agama-agama semitik ( agama yang
berakar pada ajaran Nabi Ibrahim, yaitu agama Yahudi, Nasrani, dan Islam )
berasal dari sumber yang sama, yaitu Allah swt.
Kesimpulan
itu dapat diambil karena ajaran tentang haji dan umrah merupakan warisan dari
Nabi Ibrahim. Selain itu, pada ritual ibadah haji dan umrah terdapat
amalan-amalan yang merupakan rekonstruksi sebagian dari sejarah Nabi Ibrahim
dan Ismail as.
1. Pengertian
Menurut bahasa, haji berarti menyengaja
ziarah ke Ka’bah atau mengalahkan dengan alasan, sedangkan menurut
istilah, haji adalah sengaja mengunjungi baitulah di Mekah dengan niat
beribadah kepada Allah pada waktu tertentu, serta dengan syarat-syarat dan cara
tertentu. Haji hukumnya fardhu’ain bagi orang islam yang sudah memenuhi
syarat-syaratnya. Firman Allah swt. (lihat al-Qur’an onlines di google)
Artinya:
“…Mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
(
bagi ) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa
mengingkari ( kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah maha kaya ( tidak memerlukan
sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imran: 97)
Ayat
di atas juga diperjelas dengan sabda Rasulullah saw. Berikut yang artinya: “Barang
siapa melaksanakan haji di rumah ini ( baitullah ) tidak rafats dan tidak
berbuat fasik, maka dia kembali seperti pada hari dilahirkan ibunya.”(
H.R.Bukhari)
Hadis lain yang juga menyebutkan sebagai
berikut yang artinya: “Orang-orang yang mengerjakan haji dan orang-orang
yang mengerjakan umrah merupakan duta-duta Allah. Maka jika mereka memohon
kepada-Nya dan jika mereka meminta ampun pastilah diampuni-Nya.”
2. Syarat Haji
Syarat-syarat
bagi orang yang hendak mengerjakan haji ialah sebagai berikut:
·
Islam,
orang non-Islam tidak boleh mengerjakan haji
·
Berakal,
orang yang gila tidak sah hajinya
·
Baligh
atau dewasa, anak kecil jika sudah berhaji, jika dewasa hendaknya mengerjakan
haji lagi
·
Merdeka,
hamba sahaya tidak boleh
·
Kuasa
atau mampu, arti mampu disini ialah:
1). Segi jasmani
a) Tidak terlalu tua, agar tidak
kesulitan dalam melakukan haji atau umrah
b) Tidak dalam keadaan sakit ( sakit
lumpuh ) yang diperkirakan sulit untuk sembuh
c) Tidak berpenyakit menular, hal
tersebut akan membahayakan
2).
Segi rohani
a).
Mengetahui hukum dan manasik haji atau umrah
b). Berakal sehat dan memiliki kesiapan
mental untuk melakukan ibadah haji atau umrah dengan perjalanan yang jauh
3).
Segi ekonomi
a) Mampu membayar ONH ( Ongkos Naik Haji
) dengan harta yang halal, bukan hasil penjualan rumah, tanah, sawah,
perusahaan yang kesemuaya itu menjadi satu-satunya sumber kehidupan
b) Memiliki biaya hidup bagi keluarga
yang menjadi tanggungannya, meliputi sandang, pangan, papan, dan biaya-biaya
lainnya termasuk biaya pendidikan
4).
Segi keamanan
a). Aman di perjalanan selama
melaksanakan ibadah haji dan umrah
b). Keamanan bagi keluarga dan harta
benda yang ditinggalkan selama melakukan ibadah haji atau umrah. Untuk menjamin
keamanan jiwa dan harta calon haji wanita, maka menjadi syarat wajib baginya
pergi bersama suami atau muhrimnya, atau dengan wanita yang dipercaya
Dalam ibadah haji, sebenarnya terkandung
dua macam ibadah yang saling berhubungan, yaitu umrah ( biasanya dikatakan haji
kecil) dan haji ( biasanya dikatakan haji besar ) Firman Allah swt.(lihat
Al-Qur’an onlines di google)
Artinya:
“ Sempurnakan ibadah haji dan umrah karena Allah.” (QS.Al Baqarah: 196)
Untuk
menunaikan ibadah haji dan umrah dapat dikerjakan sebagai berikut:
1) Lebih dahulu mengerjakan umrah sampai
selesai. Kemudian, pada waktu haji atau haji besar ( arabulan Zulhijah )
barulah mengerjakan haji hingga selesai. Cara yang demikian itu adalah cara
yang paling mudah dan paling banyak dijalani oleh jemaah haji. Cara haji yang
demikian disebut haji tamatuk
2) Dengan mengerjakan kedua-duanya,
yaitu haji dan umrah menjadi satu atau sekali jalan. Cara ini dinamakan haji
qiran. Barang siapa mengerjakan cara qiran ini wajib membayar dam ( denda )
3) Waktu haji bulan Syawal sampai
tanggal 12-13 Zulhijah hanya mengerjakan haji saja, sedangkan umrahnya
dijalankan sebelum bulan syawal atau setelah mengerjakan haji di dalam tahun
itu juga. Cara inilah yang terbaik dan dinamakan cara ifrad atau haji ifrad
·
Rukun
Haji
Rukun haji disebut juga fardhu haji.
Rukun haji itu berbeda dengan wajib haji. Jika salah satu dari rukun haji
tertinggal, maka hajinya tidak sah dan harus diulang tahun depan. Jika wajib
haji ketinggalan atau tidak dikerjakan, maka hajinya sah, tetapi harus membayar
dam ( denda). Adapun rukun haji itu sebagai berikut:
a. Ihram
Ihram adalah berniat mulai mengerjakan
haji atau umrah, atau keduanya sekaligus. Ihram ini wajib dimulai dari miqatnya
baik miqat zamani maupun miqat makani. Bagi jemaah haji, sebelum melakukan
ihram disunatkan melakukan hal-hal berikut ini:
1) Mandi
2) Membersihkan badan
3) Memotong kuku
4) Mencukur kumis atau rambut
5) Memakai wangi-wangian
6) Salat sunat ihram dua rakaat
7) Memperbanyak membaca talbiyah
Bentuk pakaian ihram untuk laki-laki
berbeda dengan pakaian ihram perempuan. Pakaian ihram untuk laki-laki tidak
berjahit dan tidak tertutup kepala. Pakaian ihram perempuan berupa pakaian yang
menutup seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan
b. Wukuf Di Arafah
Wukuf di Arafah berarti berada di Arafah
dan waktu mulai dar tergelincir matahari tanggal 9 Zulhijjah. Hal itu sesuai
dengan sabda Rasulullah saw. Yang artinya” Bahwa Rasulullah saw, menyuruh
seseorang untuk menyerukan: haji itu ialah Arafah, barang siapa datang pada
malam tanggal 10 sebelum fajar terbit berarti ia telah mendapatkan Arafah.”
c. Thawaf
Thawaf
yaitu mengelilingi ka’bah 7 kali. Dalam melaksanakan thawaf, tidak perlu dengan
niat sendiri karena sudah terkandung dalam ihram.
Syarat
thawaf tawaf:
1). Suci dari hadats besar, kecil dan
najis.
2) Menyempurnakan 7 putaran
3) dimulai hajar aswad diakhiri hajar
aswad
4) hendaknya ka’bah sebelah kiri kita
5) hendaklah thawaf itu diluar ka’bah
d. Sa’i
Sa’i ialah berlari-lari kecil antara
bukit Shofa dan Marwa sebanyak tujuh kali. Syarat-syarat sa,i sebagai berikut:
1). Dimulai di bukit Shofa dan diakhiri
di bukit Marwa.
2). Sai dilakukan sebanyak tujuh kali.
3). Waktu sa’i hendaklah sesudah thawaf,
baik thawaf ifadhah maupun tawaf sunah.
e. Tahallul.
Tahallul
ialah mencukur atau menggunting rambut kepala sebagai tanda telah bebas dari
larangan-larangan haji atau umrah.
f. Tertib.
Tertib atau menertibkan rukun-rukun
adalah mendahulukan yang semestinya dari rukun-rukun tersebut. Maksudnya adalah
mendahulukan ihram dari dari rukun-rukun lain, mendahulukan wukuf dari thawaf,
mendahulukan thawaf dari sa’i dan mendahulukan sa’i daripada bercukur.
·
Wajib
Haji
Perkataan wajib dan rukun biasanya sama
artinya, tetapi dalam urusan haji berbeda. Rukun haji adalah suatu hal yang
harus dilakukan dan tidak boleh diganti dengan denda sedangkan wajib haji
adalah sesuatu hal yang harus dilakukan dan boleh diganti dengan dam atau denda
bila tertinggal atau tidak bisa melaksanakan. Adapun wajib haji sebagai
berikut:
·
Ihram
dari miqat
·
Bermalam
di Muzdalifah
·
Bermalam
di Mina
·
Selama
2 malam atau 3 malam
·
Melontar
jumrah aqobah pada tanggal 10 Zulhijjah
·
Melontar
3 jumrah pada hari-hari tasyrik
·
Thawaf
wada’
·
Meninggalkan
larangan haji atau umrah.
·
Sunat
Haji dan Cara Mengerjakannya
·
Membaca
talbiyah
·
Membaca
shalawat kepada nabi dan berdo’a sesudahnya
·
Melaksawakan
thawaf qudum
·
Memasuki
baitullah melalui hijir Ismail
·
Larangan-larangan
bagi Orang yang Sedang Ihram Haji
·
Memakai
pakaian yang berjahit bagi laki-laki
·
Memakai
tutup kepala bagi laki-laki yang menempel di Kepala seperti topi dll
·
Menutup
muka dan dua tekapak tangan bagi wanita
·
Memakai
wangi-wangian bagi laki-laki dan perempuan
·
Mencukur
atau mencabut rambut yang ada di badan dan kepala
·
Nikah,
menikahkan,atau menjadi wali dalam pernikahan
·
Dilarang
campur suami istri walaupun dengan isteri sendiri, termasuk cumbu rayu.
·
Umrah
Umrah
menurut bahasa berarti ziarah. Umrah menurut istilah adalah ziarah ke ka’bah
dengan ihram, thawaf, sa’i dan tahllul. Umrah hanya wajib sekali seumur hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar